Jakarta (24/06) - Dalam perkembangannya, JKN menjadi pusat perhatian sebagai skema asuransi kesehatan nasional, dan “defisit” menjadi salah satu kondisi yang membuatnya menjadi semakin disoroti. Ada risiko kesinambungan finansial apabila pengeluaran JKN lebih besar dibandingkan pendapatannya dan diprediksi kesenjangan pendanaan ini akan meningkat apabila pembuat kebijakan tidak mempertimbangkan opsi-opsi strategis untuk meningkatkan keberlanjutan pendanaan JKN.
Menjawab kekhawatiran ini, Kementerian Kesehatan RI bersama USAID dalam kerangka Health Financing Activity (HFA) mengadakan workshop yang bertajuk "Menterjemahkan Kebijakan Baru JKN ke dalam Model Pendanaan JKN" secara daring. Hadir dalam workshop ini, Anggota DJSN dari unsur Tokoh/ahli, Muttaqien, MPH., AAK.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian dan tujuan dari kegiatan ini yang dijabarkan dalam empat (4) poin yaitu pertama, menyepakati struktur model pendanaan JKN; kedua, mengidentifikasi jenis-jenis kebijakan pada sisi supply dan demand yang dinilai tidak berbenturan dengan konsep, peraturan, filosofi program asuransi sosial dan berpotensi sanggup untuk menjaga kesinambungan pendanaan program dan kualitas layanan JKN; ketiga, membahas dan menyepakai hasil analisis data utilisasi dan simulasi perubahan tarif iuran dari berbagai pilihan kebijakan yang berbasis bukti, dan; keempat, menyepakai pilihan kebijakan untuk selanjutnya digunakan sebagai basis dalam formulasi kebijakan teknis JKN pada berbagai tataran regulasi (Perpres, Peraturan Menteri, Peraturan Badan, dan lainnya).
Prof. Budi Hidayat-CHEPS LPPKM FKM UI dalam paparannya menjelaskan juga terkait opsi-opsi terkait aplikasi JFM menuju tarif Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) Kelas Rawat Inap standar dan kesinambungan pendanaan JKN. Seperti yang diketahui bersama bahwasanya dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 arah kebijakannya adalah peninjauan manfaat jaminan sesuai KDK dan KRI (pasal 54A), penetapannya bertahap paling lambat 2022 dan pelaksanaannya berkesinambungan (pasal 54b).
“Konsekuensi arah kebijakan KDK dan KRI dalam aturan teknis adalah tarif kelas standar harus disusun dan struktur kontribusi iuran dalam Perpres 64 tahun 2020 ini juga harus dikoreksi,” jelas Prof Budi.
Menanggapi hal tersebut itu, Muttaqien juga menyampaikan bahwa "perlu terobosan yang cepat untuk skenario peta jalan KDK dan KRI dengan memperhatikan strategi agar keberlanjutan JKN dapat dicapai.” Lebih lanjut juga disampaikan Muttaqien "Apakah dalam transisi KRI dengan wacananya transisi 2 kelas. Apakah mungkin dalam simulasi ini langsung menjadi 1 kelas di tahun 2022?", ujarnya
Banyak masukan dan tanggapan yang diberikan dalam workshop ini dari peserta yang utamanya bisa menjadi catatan bagi tim USAID HFA dan Kementerian Kesehatan selaku penyelenggara. Nantinya hasil diskusi ini diharapkan dapat memperkaya metode dan aplikasi JKN Financial Modelling yang dapat menjadi produk bersama sehingga bisa mengestimasi biaya kesehatan, profil pendanaan JKN serta jenis-jenis kebijakan pada sisi supply dan demand dengan tujuan besarnya adalah menjaga kesinambungan pendanaan program JKN.