Siaran Pers Nomor: 01/DJSN/V/2024 terkait terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Jakarta, 31 Mei 2024 – Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada pihak-pihak yang berperan aktif dalam perancangan hingga Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan diundangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2024. Perancangan dan pengundangan Perpres tersebut berlangsung selama 2 tahun (2022-2024) atas dasar izin prakarsa Presiden nomor B-820/M/D-11HK.03.02/08/2022 tanggal 30 Agustus 2022. Kementerian Kesehatan memimpin perancangan bersama kementerian dan lembaga, termasuk DJSN, yang tergabung dalam Panitia Antar Kementerian (PAK) Perubahan Ketiga Perpres 82 Tahun 2018.
Sejak tahun 2021, DJSN berperan sentral dalam perumusan kebijakan KRIS JKN dan melakukan kajian aktuaria, serta melaksanakan uji coba implementasi kriteria-kriteria KRIS JKN di 14 RS bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan serta konsultan aktuaria independen. Di samping itu, hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan JKN serta pengawasan eksternal BPJS Kesehatan oleh DJSN menjadi rujukan dalam perumusan perbaikan tatakelola JKN dalam materi muatan Perubahan Ketiga Perpres 82/2018.
Perubahan Ketiga Perpres 82 Tahun 2018 mengatur manfaat JKN sesuai dengan kebutuhan dasar kesehatan, manfaat rawat inap di kelas rawat inap standar, dan pembenahan tatakelola sesuai dengan hasil evaluasi penyelenggaraan JKN (Konsideran PerPres 59/2024).
DJSN menilai dan menyimpulkan bahwa Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2024 Tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres 82 Tahun 2024 bertujuan untuk:
- memenuhi amanat-amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan prinsip asuransi sosial serta prinsip ekuitas yang belum sepenuhnya terlaksana dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional,
- mempermudah akses kepesertaan JKN kepada Pekerja dan Pemberi Kerja usaha kecil dan mikro,
- meningkatkan mutu pelayanan rawat inap,
- memperluas akses layanan kesehatan,
- memperkuat ketahanan dana jaminan sosial kesehatan dalam jangka panjang dan memperluas akses pelayanan kesehatan kepada Peserta Program JKN melalui penguatan pelayanan promotif dan preventif berupa penapisan/skrining penyakit kronis degeneratif, agar penemuan dan penangangan kasus sedini mungkin dan tingkat keberhasilan terapi lebih tinggi,
- memberikan masa peralihan 1 (satu) tahun untuk pengaturan implementasi perawatan rawat inap KRIS bersama manfaat, iuran, dan tarif pelayanan.
- memberikan kepastian hukum atas hak manfaat pelayanan kesehatan bagi Pekerja Penerima Upah yang ter-PHK,
- memperkuat efektifitas pengawasan penyelenggaraan Program JKN.
Pokok-pokok materi muatan Peraturan Presiden No 59 Tahun 2024 adalah sebagai berikut:
- Yang dimaksud dengan Manfaat Medis berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) adalah kebutuhan esensial menyangkut pelayanan kesehatan perorangan guna pemeliharaan kesehatan, penghilangan gangguan kesehatan, dan penyelamatan nyawa, sesuai dengan pola epidemiologi dan siklus hidup (Pasal 1 angka 4a).
- Manfaat medis berdasarkan KDK memenuhi 7 kriteria (Pasal 46 ayat 3 dan 4).
- Penyelenggaraan manfaat medis sesuai KDK adalah dengan melanjutkan manfaat yang telah dijamin dalam Perpres 82/2018 dan mempekuat pelayanan medis promotif dan preventif perorangan dengan menambahkan 14 jenis pelayanan penapisan/skrining kesehatan di FKTP dan rujukannya di FKTRL. (Pasal 48 ayat 9).
- Mencakup 14 jenis pelayanan penapisan/skrining, yaitu:
- diabetes mellitus;
- hipertensi;
- ischaemic heart disease;
- stroke;
- kanker leher rahim;
- kanker payudara;
- anemia remaja putri;
- tuberkulosis;
- hepatitis;
- paru obstruktif kronis;
- talasemia;
- kanker usus;
- kanker paru; dan
- hipotiroid kongenital.
2. Yang dimaksud dengan Manfaat Non Medis berupa fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap
Standar (KRIS) adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta. (Pasal 1 angka 4b).
- Telah diatur 12 kriteria ruang perawatan inap KRIS sebagai berikut (Pasal 46 A ayat 1):
- komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi;
- ventilasi udara;
- pencahayaan ruangan;
- kelengkapan tempat tidur;
- nakas per tempat tidur;
- temperatur ruangan;
- ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi;
- kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur;
- tirai/partisi antar tempat tidur;
- kamar mandi dalam ruangan rawat inap;
- kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas; dan
- outlet oksigen.
- Ketentuan lanjut mengenai bentuk kriteria dan penerapan KRIS akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Pasal 46A ayat 3).
- Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar tidak berlaku untuk:
- pelayanan rawat inap untuk bayi atau perinatologi;
- perawatan intensif;
- pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa; dan
- ruang perawatan yang memiliki fasilitas khusus.
3. Penerapan kriteria KRIS pada fasilitas rawat inap bagi Peserta JKN akan dilaksanakan secara bertahap, sebagai berikut:
- Rumah Sakit secara bertahap memenuhi 12 kriteria KRIS sesuai kemampuannya hingga terpenuhi seluruh kriteria dalam kurun waktu 13 bulan sejak pengundangan Perpres 59/2024 pada 8 Mei 2024 hingga 30 Juni 2025 (Pasal 103B ayat 1 dan ayat 2).
- Selama masa transisi 13 bulan (9 Mei 2024 – 30 Juni 2025):
- BPJS Kesehatan membayar RS sesuai tarif kelas rawat inap yang menjadi hak Peserta JKN (Pasal 103B ayat 3).
- Peserta membayar iuran sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Perpres 64 Tahun 2020. - Paling lambat 1 Juli 2025, Pemerintah akan menetapkan manfaat, iuran, dan tarif berdasarkan hasil evaluasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap (Pasal 103B ayat 7 dan ayat 8).
- Penguatan hak Peserta atas FKTP dan pengaturan pemindahan FKTP adalah sebagai berikut (Pasal 6A dan Pasal7):
- Saat mendaftarkan kepada BPJS Kesehatan, Peserta berhak menentukan FKTP yang diinginkan,
- BPJS Kesehatan dapat memindahkan Peserta ke FKTP lainya setelah mendapatkan persetujuan Peserta,
- Pemindahan FKTP bertujuan untuk pemerataan, peningkatan akses dan mutu pelayanan.
- Hak atas manfaat pelayanan JKN bagi Pekerja ter-PHK adalah sebagai berikut (Pasal 27):
- Peserta PPU yang ter-PHK tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 bulan, tanpa membayar iuran; Hak pelayanan rawat inap diberikan pada kelas rawat inap standar, atau ruang rawat inap kelas III bila RS belum menerapkan ruang rawat KRIS.
- Pekerja/Pemberi Kerja menyampaikan bukti status PHK kepada BPJS Kesehatan sebagai berikut:
- Bukti diterimanya PHK oleh Pekerja dan tanda terima laporan PHK dari Dinas Ketenagakerjaan Kab/Kota,
- Perjanjian bersama atau akta bukti perjanjian bersama dan tanda terima laporan PHK dari Dinas Ketenagakerjaan Kab/Kota, atau - - Petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap..
- Pekerja dan Pemberi Kerja tetap membayar iuran selama proses penyelesaian perselisihan PHK hingga terbit putusan PHK yang berkekuatan hukum tetap.
- Bila Pemberi Kerja tidak membayar iuran selama proses penyelesaian perselisihan PHK, Pemberi Kerja dikenakan ketentuan tunggakan dan wajib melunasi tunggakan iuran kepada BPJS Kesehatan, sedangkan Pekerja tetap mendapatkan hak atas manfaat JKN.
- Pekerja ter-PHK yang telah bekerja kembali, wajib melanjutkan kepesertaan JKN dengan mendaftarkan diri sendiri atau didaftarkan oleh Pemberi Kerja.
- Pekerja ter-PHK yang tidak kembali bekerja dan tidak mampu, wajib melaporkan diri dan keluarganya kepada Dinas Sosial Kab/Kota untuk didaftarkan sebagai Penerima Bantuan Iuran JKN.
- Besaran iuran bagi Pekerja Penerima Upah bagi Pekerja di usaha kecil dan mikro adalah sebagai berikut (Pasal 32 ayat 4 dan 5):
- upah minimum provinsi/kabupaten/kota tidak digunakan sebagai batas bawah gaji atau upah untuk dasar perhitungan iuran
- Batas bawah gaji/upah tersebut akan ditetapkan sesuai hasil kajian aktuaria oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan, DJSN, BPJS Kesehatan.
- Perbaikan tata kelola monitoring, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Program JKN, sebagai berikut (Pasal 98):
- DJSN mengordinasikan penyelenggaraan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan JKN secara terpadu dan didukung oleh sistem informasi yang berkerja interoperabilitas dengan sistem informasi Kementerian/Lembaga (Pasal 98 ayat (5)),
- BPJS Kesehatan memberikan data yang diperlukan Kementerian/Lembaga, untuk penyelenggaraan monitoring, evaluasi dan pengawasan
DJSN berkomitmen untuk memonitor, mengevaluasi dan mengawasi penyelenggaraan program JKN. DJSN berharap partisipasi aktif para pemangku kepentingan JKN. Silahkan sampaikan saran, masukan dan kritik anda kepada Kami via Sekretariat DJSN melalui:
sekretariat@djsn.go.id www.djsn.go.id
Twitter: @djsn_ri
IG : dewanjaminansosialnasional
Fb: Dewan Jaminan Sosial Nasional
Unduh Siaran Pers pada Link di bawah ini :