Jakarta - Penghujung 2020 dengan surplus sebesar Rp18,74 triliun, tapi kondisi keuangan BPJS Kesehatan belum bisa dikatakan sehat. Hal ini karena surplus yang dialami oleh BPJS Kesehatan merupakan surplus arus kas, bukan aset neto.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) unsur Tokoh dan atau/ Ahli, Muttaqien mengatakan bahwa surplus aset bersih atau arus kas bisa di bedakan dengan beberapa hal, misalnya dalam aset bersih itu berdasarkan konsep akrual basis sedangkan arus kas berdasarkan konsep tunai. Dalam Aset bersih pendapatan diakui sesuai dengan yang seharusnya diterima sedangkan pada arus kas pendapatan diakui sesuai dengan yang benar-benar telah diterima. selain itu pada aset bersih beban diakui sesuai dengan yang seharusnya dibayar sedangkan pada arus kas beban diakui sesuai dengan yang benar-benar telah dibayar.
"Dari beberapa perbedaan tersebut kita bisa mengetahui bahwa yang terjadi pada BPJS Kesehatan adalah surplus arus kas, belum surplus aset bersih" ujar Muttaqien dalam webinar Salah Catat Surplus Keuangan bPJS Kesehatan yang diselenggarakan Kantor Berita Radio 68H atas dukungan Prakarsa, Kamis (11/6).
Arus Kas memang surplus Rp18,74 Triliiun tetapi ini belum membayar kewajiban, seperti (incurred but not reported (IBNR).
Kewajiban IBNR tercatat Rp25,15 triliiun, selain itu terdapat outstanding klaim sekitar Rp1,16 triliun serta ada juga utang klaim yang belum dibayar sekitar Rp1,19 triliiun.
"itu adalah total kewajiban yang masih dibebankan kepada BPJS Kesehatan" ujar Muttaqien.
Berdasarkan PP Nomor 84 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan, kondisi keuangan BPJS Kesehatan baru diakatakan aman jika aset yang dimiliki bisa mencukupi estimasi pembayaran klaim satu setengah bulan kedepan.