Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem merupakan upaya Pemerintah untuk mendorong pemberantasan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Dalam instruksi tersebut, Presiden meminta adanya perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsosnaker) bagi masyarakat miskin ekstrem.
DJSN sebagai lembaga yang bertugas melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial, menemukan bahwa cakupan peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan hanya 24.15% dari penduduk bekerja di Indonesia. DJSN sebelumnya juga telah membuat Kajian Penguatan Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui pemberian Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jamsosnaker.
Wakil Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi DJSN, Muttaqien mengatakan bahwa DJSN mendorong terlaksananya implementasi Inpres Nomor 4 Tahun 2022. “Kami berharap Inpres ini sebagai pintu masuk untuk memperkuat desain penguatan Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui pemberian bantuan program jaminan sosial ketenagakerjaan yang telah disepakati bersama,” ujar Muttaqien pada FGD yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jumat (02/09).
Anggota DJSN dari unsur Tokoh dan/atau Ahli tersebut juga menjelaskan bahwa implementasi PBI Jamsosnaker hingga saat ini belum dilaksanakan. Meskipun terdapat 43,83 juta pekerja dengan status miskin dan tidak mampu sudah terdaftar sebagai PBI Jaminan Kesehatan, tetapi belum terlindung dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Kebijakan PBI Jamsosnaker dapat diawali dengan memberikan bantuan iuran JKK dan JKm untuk Pekerja Miskin sesuai dengan Amanah Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 yang bersumber dari APBN dan/atau melaluii relokasi dana APBN. Dimana target jumlah Cakupan PBI Jamsosnaker sampai dengan tahun 2024 adalah sejumlah 20 juta orang,” jelas Muttaqien.
Lanjutnya, bantuan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Hari Tua (JHT) diberikan kepada Pekerja Miskin, sedangkan pekerja tidak mampu hanya diberikan bantuan JHT. Sumber data PBI Jamsosnaker mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) melalui modifikasi dengan memasukkan indikator ketenagakerjaan, sehingga dapat dipilah dari data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu didapatkan data pekerja miskin (BPU mandiri) dan data pekerja tidak mampun, BPU Kemitraan, PPU usaha mikro dan PPU pemerintah daerah Non ASN.
“PBI Jamsosaker merupakan hak bagi pekerja miskin dan pekerja tidak mampu untuk terpenuhinya perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpanya. Pendanaan bagi PBI jamsosnaker diusulkan bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga terkait untuk jaminan sosial dan/ asuransi sosial,” ujar Muttaqien.