Begini Tanggapan Anggota DJSN terhadap Hasil Global Pension Index Tahun 2020 terkait Sistem Pensiun di Indonesia
Jakarta -Kondisi sistem Pensiun Indonesia sedikit banyak tercermin dari Global Pension Index (GPI). GPI merupakan perbandingan sistem pensiun yang paling komperhensif yang mencakup hampir2/3 populasi manusia di dunia.
Dari 39 sistem Pensiun yang diukur dalam GPI, sistem Pensiun Indonesia berada di peringkat ke-30.
"Melihat hasil Index ini, sepertinya kita dapat belajar juga dari negara-negara terdekat seperti Australia, Singapura, dan Malaysia yang memiliki peringkat lebih baik dari kita dimana mereka masing-masing ada di peringkat 4, 7, dan 19." ujar Isa selaku Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan dalam keynote speech Webinar Sistem Pensiun di Indonesia secara daring (8/7).
Menurut Mercer Chartered Financial Analyst (CFA) Institute GPI, Jovita, mengatakan Indoneisa memiliki ranking C dalam GPI dan diakui sudah memiliki fitur pensiun yang bagus tetapi juga masih memiliki kekurangan-keuranagn yang harus bisa kita atasi.
"Negara kita cukup kompetitif karena memiliki grade C sama dengan negara yang sudah maju seperti Korea Selatan, Italy, dan Spanyol. meskipun perlu perbaikan, dan peningkatan agar bisa berada di grade B bahkan Grade A" kata Jovita.
Menurutnya, ada beberapa poin yang perlu diperbaiki dalam sistem pensiun di Indonesia yaitu memperluas cakupan kepesertaan pensiun, meningkatkan usia pensiun, mengurangi risiko kebocoran tabungan pensiun, meningkatkan tata kelola program pensiun swasta dan juga menjadikan lebih transparansi agar meningkatkan kepercayaan dari peserta dan masyarakat.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Kebijakan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Iene Muliati mengatakan masukan-masukan, laporan dan rekomendasi yang disampaikan Mercer dan CFA dalam kajian GPI itu selaras dengan apa yang dipikirkan pemerintah Indonesia pada saat kami melakukan desain Sistem Jaminan Sosial Nasional.
"Reformasi pensiun global yang direkomendasikan Mercer sejalan dengan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan 2013-2019 diantaranya, Meningkatkan cakupan kepesertaan; Meningkatkan usia pensiun dari waktu ke waktu; Peran sektor swasta dalam memberikan manfaat tambahan diluar SJSN; Sosialisasi dan edukasi publik mengenai SJSN, termasuk program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua; Meningkatkan tata kelola program pensiun dan jaminan hari tua serta transparansi untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat," jelas Iene.
Menurut Iene, 3 hal yang perlu diperhatikan. Pertama, implementasi SJSN baru berjalan 7 tahun, namun sudah dapat memberikan manfaat kepada peserta, terutama pada masa pandemi saat ini.
Kedua, apabila kita melakukan perbandingan antara negara-negara lain yang perlu kita pastikan adalah evolusi dari kebijakan sosial dan sejarah pengalamannya. Kami dari DJSN melihat jarang sekali ada kajian-kajian tentang sejarah pengalaman di negara luar.
"Sehingga yang terjadi beberapa kebijakan yang dilakukan oleh negara lain itu berusaha di adopsi di Indonesia, padahal sistem politik di Indonesia dan negara lain itu berbeda sehingga kalau diadposi secara langsung tidak memungkinkan tetapi, kalau di adaptasi bisa memungkinkan dengan mengetahui secara detail bagaimana latar belakang negara tersebut baik dari segi konidisi sosial, ekonomi, politik.
Ketiga, Penyediaan pendapatan pensiun dan hari tua yang memadai dan berkelanjutan
dalam jangka panjang perlu pendekatan lebih adaptif dan didukung oleh perbaikan tata kelola yang
mengakomodasi perubahan-perubahan akibat krisis di masa depan.
"Adapun upaya penataan sistem Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua kedepannya antara lain pentingnya implementasi, pengawasan dan penerapan tata kelola yang baik, harmonisasi regulasi, reviu periodik berdasarkan aktuaria, JP dan JHT sebagai manfaat dasar perlindungan di hari tua, dan program sukarela/wajib diluar SJSN menjadi komplementer manfaaat top up" jelas Ketua Komisi Kebijakan DJSN ini.