Jakarta - Upaya untuk menjaga keberlansungan dan memperbaiki tatanan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial masih terus dilakukan Dewan Jaminan Sosial Nasional, salah satunya dengan melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan jaminan sosial dan memetakan Isu Startegis SJSN.
Hasil monitorng dan evaluasi tersebut disampaikan kepada media dalam acara Redaktur Meeting, Rabu (5/5). Tujuannya sebagai salah satu saluran sosialisasi, edukasi dan komunikasi DJSN denga harapan media/wartawan yang hadir bisa mendapatkan informasi langsung dari sumber yang kompeten dan terpercaya khususnya mengenai perkembangan sjsn di indonesia.
Dalam melakukan Monitoring dan evaluasi DJSN menggunakan mekanisme monev online dan pendalaman ke lapangan jika dibutuhkan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, FKTP, FKRTL, Asosiasi, Dinkes, IDI, Badan Usaha, Serikat Pekerja, Pemerintah Daerah.
"Hasil monev JKN yang telah di lakukan DJSN sebelumnya memperlihatkan bahwa BPJS Kesehatan menghadapi penurunan jumlah peserta aktif dibandingkan tahun 2019 dan penambahan iuran anggota keluarga lain peserta PPU masih belum ada perkembangan dari tahun sebelumnya serta kondisi pandemi COVID-19 menjadikan makin sulitnya peserta menambahkan iurannya," Kata Ketua Komisi Monev DJSN, Tono Rustiano dalam kegiatan Redaktur Meeting, Rabu (5/5).
Selain itu, jumlah kasus dan biaya pelayanan rawat jalan di FKRTL secara umum mengalami penurunan, kecuali pelayanan prosedur dialisis. Sedangkan Jumlah kasus dan biaya pelayanan rawat inap di FKRTL mengalami penurunan signifikan, kecuali kasus-kasus persalinan, baik melalui vaginal maupun pembedahan.
"Sementara Aset netto DJS Kesehatan masih tercatat minus Rp5,685 triliun sehingga situasi keuangan aset DJS Kesehatan belum dapat
dianggap ‘sehat’." jelasnya.
Rasio likuiditas DJS Kesehatan mengalami perbaikan, namun, rasio ini masih berada di bawah standar aman, yakni 120% terhadap aset jangka pendek. Perlu kewaspadaan di masa depan jika akses peserta JKN ke layanan kesehatan mengalami rebound.
Disisi lain, Hasil monev BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan perlunya perbaikan regulasi cukup luas diantaranya pengaturan
jaminan perlindungan untuk ASN, pekerja migran Indonesia, pengambilan JHT, dan pekerja rentan. serta memerlukan keseriusan prioritas penanganan dalam pembenahan database kepesertaan yang belum tuntas.
Dalam sektor informal memerlukan upaya extra-ordinary dengan pendekatan khas untuk dapat melindungi para pekerjanya yang
jumlahnya sangat jauh melebihi pekerja sektor formal.
"Sehingga Masih diperlukan sosialisasi terkait manfaat-manfaat program BP Jamsostek secara langsung
kepada peserta," Ujar Tono.
Ketua Komisi Kebijakan DJSN, Iene Muliati mengatakan dari hasil-hasil monev tersebut akan dipikirkan kebijakan apa yang perlu didorong dengan memperhatikan temuan-temuan dilapangan, begitu juga sebaliknya, kebijakan yang dikeluarkan oleh DJSN akan di monitor oleh komisi Monev
Implementasi JKN menunjukkan bahwa 82,5% penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN, dimana 59,7% merupakan peserta PBI, diikuti oleh PPU sebesar 24,8%; lalu PBPU sebesar 13,7%; dan BP sebesar 1,8%.
"Jadi secara garis besar JKN kita ini sangat bertopang kepada PBI yang dibiayai APBN dan APBD," kata Iene.
Dalam hal Implementsi jaminan sosial ketenagakerjaan, sebaran peserta tidak merata, yang didominasi oleh 5 Provinsi (56,7% peserta), yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Dimana sebanyak 10,9% nya merupakan berstatus nonaktif."
"Sehingga diperlukan kebijakan untuk melakukan reformasi sistemik, termasuk perbaikan data, optimalisasi penggunaan TI, Integrasi data dan sistem serta perbaikan tata kelola," Kata Iene.