Bali – Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional (JKN) di Kantor Deputi Wilayah BPJS Kesehatan Bali, Senin (21/12)
Anggota DJSN Iene Muliati mengatakan “Monitoring dan evaluasi tersebut bertujuan untuk melakukan pemantauan secara langsung dan membandingkan antara data pengelolaan program JKN dengan kondisi di lapangan terkait penyelenggaraan program jaminan kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan.”
Berdasarkan hasil monitoring yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian terkait penyelenggaran program jaminan kesehatan di Provinsi Bali, antara lain:
- Belum optimalisasi Pendaftaran PPU Penyenggara Negara dan Badan Usaha;
- Penduduk dengan status ekonomi menengah ke atas belum optimal mendaftar Program JKN-KIS sebagai segmen PBPU;
- Penonaktifan Peserta PBI APBN non DTKS;
- Banyaknya aplikasi administrasi yang digunakan di Puskesmas baik dari Kemenkes, Pemda maupun BPJS Kesehatan sehingga puskesmas harus menginput beberapa kali;
- Masih rendahnya tingkat kesadaran peserta untuk membayar iuran;
- Pembayaran iuran PD Pemda belum sesuai dengan Perjanjian Kerjasama (PKS);
- Masih kurangnya tempat tidur khususnya didaerah Badung, Gianyar, Karangasem, dan Bulengleng pada rawat inap kelas;
- RS mengalami kendala dalam rekredensialing yang mengacu pada Permenkes 3/2020, khususnya pada RS Khusus;
- Proses rekredensialing dinilai terlalu cepat jika 1 tahun sekali, diusulkan menjadi 2 tahun sekali;
- Tarif Kapitasi khususnya untuk dokter gigi praktik perorangan yang dinilai terlalu rendah;
- Beban operasional RS yang semakin besar di masa pandemi Covid-19 khususya untuk penyediaan APD dan dekontaminasi ruangan;
- Terdapat beberapa delay klaim covid-19 yag belum dibayarkan.
Selain itu, “berdasarkan pertemuan awal dengan Gubernur Provinsi Bali juga didapatkan informasi adanya potensi fraud yang dilakukan oleh karyawan BPJS Kesehatan bersama dengan RS Swasta dalam merujuk pasien. Serta kendala yang dibadapi masyarakat khususnya dalam mengikuti mekanisme rujukan berjenjang yang terhambat karena ketersediaan faskes yang terbatas di suatu daerah,” ujar Iene