Pemerintah saat ini sedang berupaya mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS-JKN) dengan tujuan untuk pemenuhan prinsip ekuitas, yang dikarenakan masih belum terstandarnya kelas perawatan saat ini. Melalui monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh DJSN ditemukan akses masyarakat terhadap penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan maupun distribusi obat yang relatif belum merata di wilayah Indonesia.
Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN, Iene Muliati menjelaskan bawah KRIS JKN sejatinya dilaksanakan untuk memastikan keselamatan pasien. Ia menjelaskan bahwa KRIS JKN mengacu pada 12 kriteria dan jenis pelayanan yang ditanggung dalam program JKN masih sama sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Perpres 82/2018). Lanjut Iene, KRIS berdampak pada standarisasi pelayanan secara merata sesuai prinsip ekuitas.
“DJSN menemukan bahwa layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta berbeda pada setiap daerah. Kebijakan KRIS menjadi jembatan agar setiap peserta mandapatkan mutu dan layanan kesehatan yang sama. Mengingat kondisi daerah yang berbeda-beda, perlu kehati-hatian dalam upaya pemetaan pemerataan layanan tersebut. Oleh sebab itu implementasi KRIS dilaksanakan secara bertahap,” jelas Iene saat menjadi narasumber Live Talkshow Market Review di IDX Channel pada Rabu (2/2).
Implementasi secara bertahap ini dilaksanakan berdasarkan regulasi pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, dan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kebijakan KRIS akan dilakukan secara bertahap dimulai pada tahun 2022, dan terkait uji coba yang akan dilaksanakan sedang dirundingkan dalam Pokja JKN yang anggotanya terdiri dari Kementerian Kesehatan, DJSN, Perguruan Tinggi maupun BPJS Kesehatan. Implementasi KRIS secara bertahap dilakukan dengan tujuan agar rumah sakit yang saat ini belum memenuhi 12 kriteria yang diatur masih bisa mengimplementasikan secara bertahap kriteria yang telah dipenuhi.
“Targetnya penahapan pada tahun 2022 dilakukan pada rumah sakit vertikal, tahun 2023 pada RSUD dan RS swasta, tahun 2024 sudah dapat diimplementasikan secara keseluruhan,” jelas Iene.
Iene juga menjelaskan bahwa Pemerintah akan melakukan uji coba KRIS di sejumlah Rumah Sakit pada beberapa daerah potensial. Saat ini sedang dilakukan pemetaan terkait 5 daerah yang akan dilakukan uji coba tersebut.
DJSN mencatat bahwa implementasi KRIS perlu didukung oleh Sistem Kesehatan yang ada, yakni terkait fasilitas kesehatan, alat kesehatan, dan ketersediaan obat. Dengan adanya implementasi KRIS, sistem rujukan berjenjang tetap dilakukan sebagai pintu sarana kendali mutu dan kendali biaya. Lanjut Iene, pemerintah saat ini sedang berupaya agar rujukan berjenjang ini lebih mudah dilaksanakan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sehingga harapannya peserta bisa segera mendapatkan layanan kesehatan.