Implementasi UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan bentuk upaya Negara dalam memberikan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Saat ini pemerintah dan DPR telah menyepakati penerapan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan diluncurkan pada 22 Februari 2022.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyebutkan bahwa program JKP merupakan salah satu bentuk perlindungan menyeluruh yang diberikan kepada pekerja yang berhenti bekerja.
“Selain program JKP, perlindungan lainnya bagi pekerja yang berhenti bekerja juga dapat diberikan oleh program lainnya, antara lain program pesangon, Kartu Prakerja dan Kompensasi, serta UMi (Ultra Mikro) bagi yang ingin beralih profesi berwirausaha di bidang UMKM,” ujar Iene Muliati selaku Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN.
Program JKP memberikan 3 jenis manfaat, yaitu manfaat tunai selama maksimum 6 bulan dengan 45% upah selama 3 bulan pertama dan 25% upah selama 3 bulan berikutnya, manfaat pelatihan kerja, dan manfaat sistem informasi pasar kerja.
Anggota DJSN dari unsur Pemberi Kerja, Agung Pambudhi menjelaskan bahwa Program JKP berupaya memberikan kemudahan bagi pekerja yang mengalami PHK untuk mengakses informasi pasar kerja agar bisa segera kembali bekerja. Ia juga menjelaskan bahwa program JKP di Indonesia merujuk kepada Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952. Berdasarkan konvensi tersebut, akses pelatihan kerja merupakan wadah strategis yang paling penting dalam memberikan perlindungan kepada pekerja yang mengalami PHK.
“Manfaat paling utama itu adalah justru pada training (pelatihan). Terdapat pelatihan untuk meningkatkan skill agar pekerja siap bekerja kembali, sesuai dengan minat pekerja tersebut. Serta pelatihan kewirausahaan bagi pekerja yang memutuskan untuk membuka usaha yang akan juga diarahkan pada program UMi (Ultra Mikro),” jelas Agung pada Media Visit bersama Harian Kompas, Kamis (17/2).
Anggota DJSN dari unsur Tokoh dan/atau unsur Ahli, Indra Budi Sumantoro menambahkan bahwa apabila pekerja beralih profesi sebagai wirausaha maka akan tetap dapat melanjutkan kepesertaan pada program Jaminan Hari Tua (JHT). Ia menjelaskan bahwa jaminan perlindungan terhadap pekerja diselenggarakan berdasarkan asas portabilitas, yakni jaminan perlindungan diberikan secara berkelanjutan.
“Terdapat banyak lini yang telah disiapkan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja. Apabila pekerja memutuskan untuk bekerja kembali, maka pekerja dapat melanjutkan kepesertaan sebagai peserta PPU BU (Pekerja Penerima Upah Badan Usaha). Apabila ingin beralih profesi sebagai wirausaha maka dapat melanjutkan kepesertaan JHT sebagai PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah). Akumulasi iuran tersebut yang akan menjadi proteksi peserta pada hari tua,” jelas Indra.
Dengan berlakunya program JKP, DJSN memandang perlu untuk mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan menerbitkan Permenaker No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang mencabut dan menggantikan Permenaker No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Kembalinya program JHT sesuai fungsinya dianggap penting dan mendesak, mengingat proyeksi Bank Dunia yang menunjukkan Indonesia akan memasuki era populasi menua (ageing population) dimulai pada tahun 2030. Hal ini mengakibatkan jaminan perlindungan hari tua semakin dibutuhkan.