Jakarta - Rapat yang dipimpin oleh Anggota DJSN unsur Tokoh dan atau/Ahli, Asih Eka Putri menghadirkan narasumber Taufik Hidayat membahas mengenai Manajemen Investasi. Beliau yang juga ahli di bidang Manajemen Investasi menjelaskan bahwa prinsip investasi harus memiliki tujuan yang jelas, profil risiko/portofolio, dan batasan investasi. Dalam mengimplementasikan strategi investasi haruslah melakukan alokasi aset dengan memperhitungkan return dan risiko investasi dimana high return pasti menuntut high risk sehingga harus mempertimbangkan expected return dan potential risk. Selain itu juga harus memperhatikan time horizon dengan menyesuaikan tenor investasi dan kebutuhan likuiditas. Lebih lanjut, dalam berinvestasi juga harus ada diversifikasi, instrument selection, dan market timing.
Dengan melakukan diversifikasi dapat meminimalisir risiko dan mengoptimalkan return. Risiko yang ada harus dimitigasi dari awal. Diversifikasi merupakan instrumen yang ada di portofolio yang harus diperhatikan agar apabila ada nilai saham yang turun maka yang lain bisa naik. Dalam memilih instrumen harus ada tim penelitian untuk menentukan akan berinvestasi pada aset dan skema tertentu. Dalam portofolio investasi juga harus dilakukan monitoring dan rebalancing.
Alokasi Aset Strategis (AAS) merupakan suatu proses menentukan alokasi aset yang tepat untuk mencapai tujuan investasi jangka panjang yang dilakukan secara netral, tujuannya jangka panjang, ditinjau secara berkala, dan ada pertimbangan terkait trade-off antara return dan risiko. Strategi alokasi dana dimaksudkan untuk menghasilkan ROI yang optimum. Pengalokasian dana dalam multi-horizon sesuai dengan struktur demografi peserta dan didasari kebijakan dan arahan investasi. Manajer Investasi dapat digunakan untuk dijadikan sebagai benchmark yang dijadikan acuan dalam portofolio. 91,5% dari keberhasilan investasi ditentukan oleh alokasi aset, hal ini mengindikasikan betapa pentingnya penentuan alokasi aset dalam portofolio investasi.
Dalam Asset Liability Management atau juga bisa disebut Called Surplus Management merupakan suatu mekanisme yang digunakan untuk mendapatkan return yang optimal sambil mempertahankan surplus aset di luar kewajiban. Untuk memenuhi kewajiban jangka panjang dapat dipenuhi dengan strategi imunisasi seperti halnya pada portofolio obligasi yang berfungsi untuk memperkecil risiko alokasi aset, menjamin sebagian kewajiban, dan proses hedging terhadap volatilitas saham.
Klasifikasi instrumen investasi dapat dilihat dari jenis intrumen seperti Deposito yang memiliki time horizon jangka pendek dan bersifat likuid serta risiko rendah. Untuk Obligasi merupakan jangka menengah/panjang bersifat likuid dan risiko rendah (seperti SBN) dan moderat (seperti obligasi korporasi). Saham merupakan jangka menengah/panjang bersifat likuid dan risiko moderat s/d tinggi. Untuk Reksadana merupakan jangka menengah/panjang bersifat likuid dan risiko moderat s/d tinggi. Sedangkan untuk Penempatan Langsung merupakan jangka panjang bersifat tidak likuid dan berisiko tinggi, hal ini juga sama seperti investasi pada tanah dan bangunan.
Risiko investasi terjadi pada semua jenis instrumen secara direct maupun indirect. Risiko investasi meliputi risiko Tingkat Suku Bunga yang mempengaruhi return pada Deposito serta mempengaruhi harga pada Obligasi dan Saham. Pada risiko Reinvestment akan menurunkan suku bunga pada saat jatuh tempo pada Deposito serta penurunan yield pada Obligasi pada saat jatuh tempo/jual dan penurunan Expected Return pada saat jual untuk Saham. Untuk risiko Kredit akan menyebabkan terjadinya gagal bayar pokok dan bunga pada Deposito, gagal bayar pokok dan kupon pada Obligasi, serta delisting pada Saham. Sedangkan untuk risiko Likuiditas akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan likuiditas akibat gagal jual pada Obligasi dan Saham. Lalu risiko Pasar akan menyebabkan adanya potential loss akibat penurunan harga pada Obligasi dan Saham.
Mitigasi risiko dapat dilakukan sejak awal dengan memilih model atau sistem dalam strategic alocation. Proses pengendalian risiko meliputi identifikasi risiko termasuk dalam jenis apa risiko tersebut, memonitor risiko dengan mengumpulkan informasi internal dan eksternal masing-masing risiko, mengevaluasi risiko dengan sistematis dengan setiap risiko diberikan prioritas berdasarkan frekuensi dan potensi besarnya kerugian yang dapat terjadi, menentukan batas risiko yang dapat diterima dan membuat rencana kerja untuk risiko berlebih, dan mengeliminasi kemungkinan terjadinya beberapa risiko.
Pengelolaan dan pengembangan aset DJS Ketenagakerjaan sesuai dengan PP Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan PP Nomor 55 Tahun 2015 tentang Perubahan PP Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dimana mengatur terkait investasi pada deposito maksimal 25% Bank Pemerintah dan 15% Bank Non Pemerintah, untuk Surat Utang ditempatkan sebesar 5% untuk setiap emiten dan paling tingi 50% dari investasi, untuk reksadana ditempatkan sebesar 15% untuk setiap manger investasi dan paling tinggi 50% dari investasi, untuk EBA ditempatkan sebesar 10% untuk setiap manger investasi dan paling tinggi 20% dari investasi, untuk real estate ditempatkan sebesar 10% dari setiap manger investasi dan paling tinggi 20% dari investasi, untuk penyertaan langsung ditempatkan 1% untuk setiap pihak investasi dan paling tinggi 5% dari investasi, sedangkan tanah paling banyak 10% pada setiap bank. Dapat dilihat pula terkait YOI benchmark pada tahun 2018 adalah sebesar 8,83%, tahun 2019 sebesar 9,51%, dan tahun 2020 sebesar 9,01%.