Jakarta (21/02) – Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Agung Pambudhy (unsur organisasi pemberi kerja) dan Subiyanto (unsur organisasi buruh/pekerja) melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk mengecek kesiapan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan diluncurkan Pemerintah sebagai salah satu program yang dapat diakses oleh pekerja jika mengalami PHK, khususnya terkait dengan manfaat pelatihan. Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (Binalavotas) Budi Hartawan yang didampingi Sekretaris Ditjen Hery Budoyo bersama dengan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker & K3) Haiyani Rumondang yang juga Anggota DJSN menerima kunjungan kerja tersebut.
JKP adalah jaminan yang diberikan kepada Pekerja/Buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang salah satu manfaatnya pelatihan kerja, selain manfaat uang tunai dan informasi pasar tenaga kerja. Program JKP bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat Pekerja kehilangan pekerjaan. Pekerja dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak saat terjadi risiko akibat pemutusan hubungan kerja yang kemudian berusaha mendapatkan pekerjaan kembali sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan Permenaker Nomor 15 tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Dalam pertemuan dengan DJSN tersebut, Dirjen Binavolatas Budi Hartawan menyampaikan bahwa Program JKP merupakan hak setiap peserta pada segmen Penerima Upah yang telah memenuhi eligibilitas. Salah satu manfaat program JKP yang dapat diakses penerima manfaat adalah Pelatihan Kerja, yang dapat dilakukan secara daring dan/atau luring untuk up-skilling dan re-skilling. Pelatihan kerja dilakukan melalui Lembaga Pelatihan Kerja milik pemerintah, swasta atau perusahaan.
“Persyaratan lembaga pelatihan kerja harus memiliki ijin operasional dan memenuhi 8 standar mutu akreditasi oleh Lembaga Akreditasi-LPK. Saat ini terdapat 122 lembaga pelatihan kerja yang sudah terdaftar dan melalui proses kurasi atau akreditasi, 18 diantaranya diantaranya Balai Latihan Kerja (BLK) milik Kementerian Ketenagakerjaan dan 104 lainnya adalah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) milik swasta yang tersebar di Indonesia dengan 182 program pelatihan keterampilan yang sudah diverifikasi Kemnaker” terang Budi, ‘belum ada BLK milik pemerintah daerah yang terakreditasi untuk memberikan pelatihan manfaat JKP ini’ tambahnya.
Program pelatihan kerja yang dilaksanakan LPK dalam program JKP besarannya 1 juta rupiah. Besaran dana tersebut sudah melalui serangkaian diskusi antara pemerintah dengan LPK yang sebagian besar milik swasta. Pelatihan tersebut ada 3 jenis, yakni daring, luring dan kombinasi antara daring dan luring dalam pelaksanaannya. Diakui bahwa nilai 1juta untuk manfaat training tersebut sangat terbatas mengingat pada umumnya training reguler di Binavolattas bernilai sekitar 5-7juta. Dengan keterbatasan tersebut, manfaat training dikemas untuk memberikan ketrampilan secara sangat spesifik kepada penerima manfaat JKP. Jika untuk mendapatkan pekerjaan baru ternyata memerlukan pelatihan yang lebih mendalam daripada manfaat pelatihan JKT maka peserta bisa mengajukan untuk mendapatkan ketrampilan tersebut melalui program training reguler Binavolattas yang dikelola tersendiri diluar skema JKP. Untuk itu maka konektivitas dan akses yang mudah dari berbagai program pelatihan pemerintah sangat diperlukan.
Budi bersama dengan Hery juga menjelaskan proses klaim manfaat JKP adalah Pekerja yang terPHK harus putusan yang inkracht, kemudian Mediator Ketenagakerjaan mengecek eligibilitas kepesertaan pekerja terPHK tersebut dalam program jaminan sosial. Jika status eligible, maka buruh/pekerja tersebut dapat mengakses program JKP yang selanjutnya akan dibantu oleh pejabat fungsional Pengantar Kerja yang ada di Dinas Ketenagakerjaan masing-masing wilayah. Pengantar Kerja akan melakukan konselor kepada buruh/pekerja tersebut yang kemudian dimasukkan dalam sistem pelayanan informasi pasar kerja, dan memberikan akses Lembaga Pelatihan Kerja. Dalam penjelasan tersebut DJSN mencatat bahwa saat ini ada sekitar 380 orang Pengantar Kerja/Konselor di seluruh Indonesia yang artinya masih banyak Kabupaten/Kota yang belum memilikinya sehingga merupakan suatu tantangan tersendiri ketika penemima manfaat JKP ada di daerah yang tidak memiliki konselor.
“Kemudian Peserta program JKP yang mengikuti pelatihan kerja di LPK tersebut bisa mendapatkan sertifikasi jika lulus dalam uji kompetensi pada Lembaga Sertifikasi (LSP) Profesi yang sudah mendapat lisensi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Jika karena berbagai pertimbangan peserta tidak bisa mengikuti uji sertifikasi di LSP, peserta yang telah menyelesaikan pelatihan tetap mendapatkan sertifikat keikutsertaan program pelatihan dari LPK yang bersangkutan. Sertifikasi tersebut nantinya akan mempermudah peserta program JKP dalam mendapatkan pekerjaan baru,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut juga disinggung mengenai sistem informasi pasar kerja nasional yang menjadi jembatan antara tenaga kerja dan peluang atau kesempatan kerja, yang diharapkan seluruh sistem informasi pasar kerja yang telah ada saat ini dapat terintegrasi, baik yang dikelola Kementerian/Lembaga pemerintah maupun swasta.
“Kementerian Ketenagakerjaan sudah mempersiapkan banyak hal termasuk persiapan untuk membangun sistem yang dikenal dengan Siap Kerja”. Sistem itu diberikan agar penerima manfaat program JKP bisa mendapatkan gambaran untuk mempermudah mendapatkan pekerjaan baru.
Agar pusat pasar kerja berjalan optimal, diperlukan adanya sinergi dan kolaborasi antar unit yang ada di dalam Kemnaker dan Kementerian/Lembaga lain, sehingga dapat memberikan dampak positif pada penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Dalam Program JKP, pengantar kerja memiliki peran sangat penting untuk memberikan layanan informasi pasar kerja. Fungsi atau kontribusi Pengantar Kerja meliputi 3 (tiga) hal yaitu memberikan informatif, konsultatif, dan edukatif.
Terkait peran informatif, Pengantar Kerja memberikan layanan informasi pasar kerja dan penyediaan data lowongan pekerjaan sesuai dengan bakat, minat dan keterampilan serta kebutuhan pemberi kerja melalui SiapKerja yang ada di Kemnaker.
Untuk peran konsultatif, Pengantar Kerja memberikan layanan bimbingan melalui asesmen diri dan konseling karier untuk penerima manfaat program JKP.
Sementara fungsi edukatif adalah memberikan pemahaman teknis untuk mengarahkan penerima manfaat JKP dalam peningkatan kompetensi melalui re-skilling atau up-skilling melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan kerja.