Bali - Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Republik Indonesia bersama Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan mengapresiasi Pemerintah Daerah Provinsi Bali atas capaian program jaminan sosial di pulau ini, terutama dalam melindungi pekerjaan rentan informal di masa pandemi Covid-19.
Anggota DJSN unsur Tokoh/Ahli, Mickael Bobby Hoelman mengapresiasi Pemerintah Provinsi Bali atas capaian program jaminan sosial. Capaian itu utamanya terkait implementasi program perlindungan pekerja rentan di sektor informal.
Menurutnya, ditengah pandemi COVID-19, Bali berhasil mencatatkan pertumbuhan kepesertaan dari pekerja bukan penerima upah (BPU) yang signifikan. Bahkan kepesertaan pekerja rentan di Pulau Dewata berhasil melampaui rata-rata nasional.
"Jumlah kepesertaan PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) mencapai 8,44 persen, yang melebihi rata-rata nasional 3,05 persen, dan penerimaan iurannya pun mencapai 130 persen atau Rp 7,1 miliar dari target penerimaan iuran sebesar Rp 5,5 miliar," katanya usai melakukan audiensi dengan Gubernur Bali Wayan Koster.
Mickael Bobby tak memungkiri, pandemi COVID-19 memberikan dampak luar biasa terhadap sendi kehidupan manusia. Bahkan Bali yang bergantung dari sektor kepariwisataan mengalami pertumbuhan minus 12,28 persen pada kuartal III-2020.
"Oleh karena itu pada kunjungan kerja ini kami sengaja menyempatkan waktu untuk melihat Bali yang saat ini sepi. Memang tantangannya berat. Bali ini saya kira perlu didukung. Kita mesti tetap bisa melindungi para pekerja rentan kita yang lagi susah ditengah pandemi COVID-19, supaya mereka tetap sehat dan juga tetap terlindungi, setidaknya ketika mengalami kecelakaan kerja atau kematian," ujarnya.
Sementara Anggota DJSN unsur Tokoh/Ahli, Iene Muliati menyampaikan pentingnya sistem dan data terintegrasi. Data terpadu itu disebut menjadi dasar perkuatan strategi pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya pekerja informal.
"Pak Gubernur Bali juga menyampaikan komitmennya soal data terpadu. Jadi kami sangat mendukung usulan tersebut, dan itu juga sebetulnya wacana yang dilakukan oleh pemerintah pusat, bagaimana data dan sistem ini bisa terpadu," ucapnya.
"Kita ambil contoh data BPJS Ketenagakerjaan digunakan untuk bantuan subsidi upah. Jadi kita lihat ini adalah data-data yang kedepannya bisa terkait satu sama lain, sehingga tidak ada lagi istilah masyarakat yang tidak terdaftar. Karena kalau nanti sistem dan datanya terpadu, kita sudah bisa mendeteksi seluruh masyarakat," lanjutnya.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto pun mengapresiasi komitmen Pemerintah Provinsi Bali dalam mengatrol kepesertaan dari pekerja informal. Peningkatan peserta PBPU diakui sebuah prestasi luar biasa, utamanya ditengah kelesuan ekonomi.
"Ternyata Bali untuk kepesertaan BPU meningkat. Ini tidak lepas dari keseriusan, kepedulian dari pemerintah daerah, khususnya dari Bapak Gubernur untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja BPU," sebutnya.
"Bapak Gubernur juga tadi menyampaikan komitmennya, keseriusannya, perhatiannya terhadap perlindungan sosial, karena ini kan merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar. Dan selama pandemi ini Bapak Gubernur memberikan perhatian serius kepada para pekerja sektor informal. Oleh karena itulah mereka diberikan bantuan melalui mekanisme donasi GN Lingkaran (Gerakan Nasional Perlindungan Pekerja Rentan), sehingga mereka terlindungi," sambungnya.
Agus Susanto tak memungkiri, akuisisi pekerja BPU memerlukan strategis khusus. Hal itu lantaran peserta dari pekerja informal bersifat dinamis, dan tidak memiliki induk perusahaan.
Oleh karena itu, diperlukan sinergitas diantara BPJAMSOSTEK dengan seluruh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan. Tujuannya adalah untuk berkolaborasi dalam mendaftarkan para pekerja informal dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
"Keuntungan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, selain mendapatkan manfaat utama jaminan sosial, berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun, ada nilai tambah ketika menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Nilai tambahnya adalah ketika pemerintah akan memberikan program-program sosial, seperti bantuan sosial, menggunakan data-data BPJS Ketenagakerjaan. Data kita sudah cukup valid, kemarin sudah dipakai untuk program bantuan subsidi upah," bebernya.
Ditanya total peserta BPU aktif, Agus Susanto menyebut, saat ini jumlahnya mencapai 3 juta jiwa. Angka itu diakui mengalami penurunan selama pandemi COVID-19. Sebelum pandemi corona, peserta PBPU di BPJS Ketenagakerjaan berjumlah 5 juta jiwa.
"Memang kebersinambungan program PBPU ini fluktuatif. Tahun 2021, dengan kondisi ekonomi yang lebih baik, dengan sinergitas kita antarlembaga diperkuat, harapan kita jumlah kepesertaan BPU akan meningkat," tandasnya.
Agus Susanto lebih lanjut menyatakan, BPJS Ketenagakerjaan sudah menyiapkan program berbasis platform digital untuk meningkatkan kembali kepesertaan pekerja informal ditahun 2021. Langkah itu sebagai respon dari tingginya pemanfaatan teknologi oleh para pekerja bukan penerima upah.
"Kita lagi membangun sebuah inisiatif untuk masuk kedalam ekosistem digital. Bagaimana mereka disaat melakukan aktivitas ekonomi digital, ini secara langsung akan terkoneksi dengan BPJS Ketenagakerjaan. Ini baru kita siapkan, kita sudah bicara dengan beberapa marketplace, tetapi belum bisa kita sampaikan seperti apa detailnya. Nanti kita akan sampaikan kalau sudah bisa dieksekusi," beber Agus Suanto.