Terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) diharapkan dapat mewujudkan jaminan sosial yang benar-benar holistik.
Pemerintah memandang perlu untuk mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya, mengingat sudah ada program JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) sebagai bentuk perlindungan bagi Pekerja yang mengalami PHK.
“Kebijakan ini merupakan upaya Pemerintah agar program JHT dikembalikan sesuai dengan fungsinya, mengingat sudah ada program JKP yang memberikan 3 jenis manfaat, yaitu manfaat tunai selama maksimum 6 bulan dengan 45% upah selama 3 bulan pertama dan 25% upah selama 3 bulan berikutnya, manfaat pelatihan kerja, dan manfaat sistem informasi pasar kerja,” ujar Indra Budi Sumantoro, pada Sosialisasi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, Senin (14/2).
Lanjut Indra, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 telah sesuai dengan amanat yang tertera pada UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hal ini tercantum pada Pasal 37 ayat (1) yang menyebutkan bahwa manfaat JHT berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
Dalam Permenaker tersebut, pekerja yang mengalami PHK atau mengundurkan diri dapat mengajukan klaim manfaat JHT yang pembayarannya diberikan pada saat peserta memasuki usia 56 tahun.
Ketentuan ini juga sesuai dengan PP No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT yang mengelompokkan eligibilitas PHK dan mengundurkan diri sebagai bagian dari kategori memasuki usia pensiun untuk mengambil manfaat JHT, yakni 56 tahun.
Anggota DJSN dari unsur Tokoh dan/atau Ahli tersebut juga menjelaskan bahwa tantangan jangka panjang saat ini adalah bonus demografi dan populasi yang semakin menua yang diperkirakan terjadi setelah tahun 2030. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan rasio ketergantungan penduduk lanjut usia terus meningkat setiap tahunnya. Untuk melindungi pekerja dari risiko resebut, program JHT dimanfaatkan sebagai perlindungan dasar hari tua bagi pekerja.
Selain itu, Pemerintah telah menyediakan berbagai jenis kebijakan dan program jaminan sosial untuk melindungi pekerja ketika menghadapi berbagai risiko, termasuk perlindungan menyeluruh bagi pekerja yang berhenti bekerja.
“Terdapat berbagai lini yang menjadi bantalan bagi para pekerja yang mengalami PHK, pekerja PKWT yang telah habis masa kerjanya, dan pekerja yang mengudurkan diri. Seperti JKP, Kartu Pra Kerja, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan sebagainya,” kata Indra.
Lanjutnya, pekerja bisa tetap terus produktif baik dengan bekerja kembali dan melanjutkan kepesertaan JHT sebagai peserta PPU BU (Pekerja Penerima Upah Badan Usaha) ataupun beralih profesi dengan berwirausaha dan melanjutkan kepesertaan JHT sebagai PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah).
“Sehingga peserta akan mendapat manfaat JHT saat memasuki usia pensiun (56 tahun), meninggal dunia, atau ketika cacat total tetap. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip SJSN, yaitu prinsip portabilitas. Prinsip ini berupaya memberikan jaminan secara berkelanjutan. Pada dasarnya, jaminan sosial ketenagakerjaan hadir untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi setiap pekerja,” jelas Indra.