Jakarta, Jum’at (21/5) – Dialog diinisiasi oleh AAJI yang bekerja sama dengan IPMG dan Johnson & Johnson menghadirkan pembicara antara lain Lily Kresnowati (Dirjampelkes BPJS Kesehatan), Muttaqien (Anggota DJSN Unsur Tokoh dan/atau Ahli), Budi Tampubolon (Ketua Dewan Pengurus AAJI), dan Associate Professor Jeremy Lim (Director Global Health, NUS – Singapore Healthcare System Consultant).
Dalam kesempatan tersebut, Dirjampelkes BPJS Kesehatan menyampaikan beberapa poin terkait skema koordinasi manfaat dalam JKN yaitu bahwa adanya CoB merupakan amanah UU Nomor 40 Tahun 2004 yang mana dimungkinkan adanya peningkatan pelayanan dari hak peserta dengan adanya selisih biaya yang dapat dibayarkan oleh peserta/pemberi kerja/AKT. Pada Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 51 tidak lagi menyebutkan CoB seperti Pasal 27 Perpres Nomor 19 Tahun 2016 sehingga amanah UU adalah peningkatan kelas perawatan (top up).
Di kesempatan lain, Muttaqien menjelaskan, “CoB biasanya diterapkan pada skema asuransi komersial, bukan skema asuransi sosial. Kebijakan CoB pada awalnya diharapkan menjadi solusi jangka pendek dalam peningkatan pelayanan mutu nonmedis dengan naik kelas. Faktor utama sulitnya CoB dilaksanakan oleh AKT adalah BPJS Kesehatan tidak mengakui klaim AKT ketika peserta AKT tidak menggunakan pelayanan berjenjang dan FKTP mitra BPJS Kesehatan atau AKT.” Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa dalam Perpres 82 Tahun 2018 tidak lagi menyebutkan mengenai CoB diubah menjadi koordinasi antar penyelenggara jaminan. Selain itu, BPJS Kesehatan fokus pada benefit dasar (KDK dan KRI JKN), adapun benefit top up dapat diserahkan ke RS, AKT, dan penjamin lain dengan mekanisme split billing.
Pelaksanaan Koordinasi Antar Penyelenggara jaminan harus mengedepankan keseimbangan yang mengakomodir keinginan peserta, rumah sakit, industri farmasi, dan AKT tanpa mengurangi hak-hak peserta.
Di sela-sela dialog, Ketua Dewan Pengarah AAJI mengutarakan harapan AAJI terkait Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan Kesehatan yaitu mengenai adanya 1) kepastian model koordinasi antara BPJS Kesehatan dan asuransi komersial; 2) industri asuransi komersial diberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam JKN; 3) kerja sama antara IAJ dan BPJS Kesehatan.
Terakhir, Associate Professor Jeremy Lim juga menyampaikan pandangannya sebagai closing reflections bahwa 1) asuransi kesehatan nasional terus-menerus menghadapi risiko kebangkrutan finansial; 2) mengutamakan efisiensi dengan menghindari duplikasi dan meminimalkan biaya administrasi; 3) Singapura menawarkan satu model, akan tetapi setiap negara perlu menemukan model yang paling sesuai; 4) kunci tata kelola yang baik adalah berbasis pada kulitas data dan analisis; dan 5) kunci berikutnya adalah perlu adanya model kerja sama yang berimbang dan berkelanjutan antara provider dan peserta.