Jakarta (21/04) – Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tb. A. Choesni bersama Anggota DJSN lainnya melakukan audiensi secara daring dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang juga didampingi oleh Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI).
Pertemuan tersebut membahas tentang penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Choesni menyampaikan bahwa hubungan DJSN dengan Kemenkeu RI meliputi penetapan dan penilaian KPI BPJS; usulan Pansel Calon Dewas dan Direksi BPJS; usulan Dana Operasional BPJS; usulan anggaran PBI JKN dan peran lainnya dalam aspek keuangan dan tata kelola BPJS.
Sementara Iene Muliati, Anggota DJSN unsur Tokoh dan/atau Ahli pun turut serta menyampaikan mengenai isu implementasi SJSN, diantaranya mengenai struktur peserta JKN yang mencakup 82,52% jumlah penduduk, dimana komposisi 59,7%nya berasal dari PBI. Sedangkan pada program jaminan sosial ketenagakerjaan, Iene menyoroti cakupan kepesertaan yang masih rendah dan belum merata di setiap provinsi serta banyaknya jumlah peserta yang non-aktif. Selain itu, tren klaim JHT meningkat di angkatan kerja produktif, sementara aset Dana Jaminan Sosial (DJS) Ketenagakerjaan tidak mengalami peningkatan yang signifikan, belum lagi dibarengi dengan jumlah pekerja informal yang belum menjadi peserta program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan. Hal ini perlu diantisipasi memasuki revolusi industri 4.0 & ekonomi digital yang mengakibatkan bergesernya pekerja formal ke sektor informal dan prediksi tahun 2050 bahwa 25% jumlah penduduk Indonesia (74 juta penduduk) diperkirakan memasuki usia lanjut.
Berbagai arah kebijakan dalam rangka membangun ekosistem implementasi program SJSN yang komprehensi dan terpadu untuk keberlanjutan program juga disampaikan secara gamblang oleh Iene, Aspek Regulasi, dimana perlunya revisi Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS yang senantiasa menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Indonesia saat ini dan di masa mendatang. Harmonisasi kebijakan dan sinergi antara implementasi jaminan sosial, bantuan sosial dan ketenagakerjaan perlu ditinjau kembali. Aspek Institusional, yang menyoroti pentingnya re-definisi tata kelola SJSN serta meningkatkan peran aktif Pemerintah Daerah dalam implementasi SJSN. Aspek Operasional pun menjadi sorotan, dimana perlunya membangun satu data dan kemudahan akses, layanan dan pengawasan secara digital. Aspek Teknis dengan melakukan kajian opsi kebijakan yang mempertimbangkan aspek politis dan operasional untuk meminimalisir risiko. Sedangkan aspek Sumber Daya, disoroti mengenai ketersediaan SDM dan pendanaan program SJSN yang berkelanjutan.
Sementara pandangan DJSN terhadap RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) fokus terhadap re-desain program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP), yakni dengan mengembalikan program JHT sesuai dengan tujuannya untuk melindungi pekerja pada saat memasuki hari tua dan mempertimbangkan perubahan kebijakan program JP dengan memperbolehkan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) untuk dapat mengikuti program JP.
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Iene tadi disambut baik oleh Menkeu, dimana koordinasi dan sinergi dengan Kemenkeu tetap berjalan dengan baik. Sri Mulyani menyampaikan bahwa “diharapkan DJSN lebih focal menyampaikan secara aktif dan edukatif kepada masyarakat mengenai pentingnya membangun SJSN yang proper, affordable dan sustainable, terutama sumber pendanaan yang sangat menghargai dan menjadi concern bagi Kemenkeu RI”. “Saya setuju untuk meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam pelayanan dasar minimal untuk masyarakat di Indonesia, termasuk Kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan”, ujarnya.