Jakarta (29/3)- Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) TB. A. Choesni bersama empat Anggota DJSN lainnya perwakilan dari dua Komisi di DJSN yaitu Iene Muliati, S.Si., M.M., FSAI; dr. Tono Rustiano, M.M.; Dr. Indra Budi Sumantoro, S.Pd., M.M.; dan Drs. Paulus Agung Pambudhi, M.M. melakukan Audiensi dengan Menteri Ketenagakerjaan, Dr. Ida Fauziyah, M.Si. yang juga didampingi oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, Haiyani Rumondang, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan M. Reza Hafidz dan Direktur Jaminan Sosial, Retno Pratiwi.
Pertemuan tersebut membahas tentang penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), khususnya di bidang ketenagakerjaan. Tb. A. Choesni menyampaikan bahwa “Kerjasama DJSN dengan Kemnaker sangat produktif, salah satunya terkait dengan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang jaminan sosial ketenagakerjaan serta pengawasan ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)”. Selain itu Choesni menyampaikan beberapa isu implementasi jaminan sosial bidang ketenagakerjaan seperti cakupan kepesertaan yang masih rendah, tren klaim JHT di angkatan kerja produktif hingga upaya keberlanjutan program secara komprehensif.
Berbagai Arah Kebijakan juga disampaikan dalam membangun ekosistem implementasi program SJSN yang komprehensif dan terpadu untuk keberlanjutan SJSN dalam mengantisipasi revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital. Hal ini meliputi lima aspek yakni regulasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan di masa depan, tata kelola institusional dan pentingnya peran pemda, operasional proses bisnis dan sistem terpadu, sumber daya baik SDM dan strategi pendanaan, dan opsi kajian teknis dengan mempertimbangkan aspek politis dan operasional untuk meminimalisasi risiko. DJSN mengharapkan dukungan Menaker dalam mempertimbangkan usulan revisi UU SJSN dan UU BPJS, termasuk usulan PBPU untuk dapat mengikuti program Jaminan Pensiun (JP) serta revisi PP 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT).
Iene menambahkan bahwa “ternyata baru 26,4% dari total Angkatan kerja yang ikut program JHT, dimana 56,7% dari peserta tersebut non-aktif. Selain itu, sebanyak 99,9% total badan usaha adalah UKM, tapi sampai Agustus 2020 baru 8,6% UKM yang ikut program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan. Sehingga penting untuk meninjau kembali UU SJSN dengan kondisi Indonesia saat ini”.
Tono menyampaikan bahwa “DJSN diberi kewenangan untuk menetapkan Kinerja BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Namun dalam penetapan itu, perlu melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan untuk ikut merumuskan Kinerja BPJS Ketenagakerjaan, misalnya target jumlah peserta yang akan menjadi salah satu aspek penilaian akhir terhadap pencapaian kinerja tersebut.
Agung turut juga menyampaikan bahwa prasyarat mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah keikutsertaan dalam empat program yakni Jaminan Kesehatan, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Hari Tua. Pada kenyataannya di sektor UKM masih belum menyentuh di program JHT, namun hanya fokus di Jaminan Kesehatan, Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja. Sehingga diperlukan reformasi bagi UKM untuk bisa mengakses program JHT agar bisa mendapatkan perlindungan yang optimum seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan RI, Dr. Ida Fauziyah, M.Si. menyampaikan “Perlunya Sinergi dan Koordinasi dengan DJSN”. Diketahui bahwa upaya perbaikan terus dilakukan termasuk melakukan reformasi struktural jaminan sosial khususnya di bidang ketenagakerjaan, beliau juga menekankan agar dalam prosesnya partisipasi publik harus dijaga dengan baik dalam penyelenggaraan SJSN.
Dalam pertemuan ini juga disepakati komitmen bersama dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan SJSN yang optimal dan berkelanjutan demi terpenuhinya hak jaminan sosial ketenagakerjaan dengan rencana Revisi UU SJSN dan UU BPJS serta PP 46 Tahun 2015 termasuk Permenaker 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.