Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan mencatatkan rasio klaim program Jaminan Kecelakaan Kerja atau JKK sebesar 24,02 persen. Artinya, hampir seperempat iuran JKK dibayarkan kepada pekerja yang mengalami kecelakaan, meskipun jumlah kasus klaim rendah.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Paulus Agung Pambudhi menjabarkan bahwa per Juli 2020, BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek membayarkan Rp916,34 miliar klaim JKK. Pada periode yang sama, badan tersebut memperoleh iuran JKK hingga Rp3,81 triliun.
Menurut Agung, data tersebut menunjukkan bahwa rasio klaim JKK mencapai 24,02 persen. Padahal jumlah kasus klaim dalam tujuh bulan terakhir cukup sedikit, yakni 129.967 kasus, dengan jumlah peserta JKK sebanyak 28,57 juta jiwa.
"Konteksnya tingkat kecelakaan peserta JKK tidak sampai 1%, hanya 0,45 persen, tapi rasio klaim sampai 20 persen lebih dari total dana yang terhimpun," ujar Agung dalam gelaran webinar bertajuk Pentingnya Manfaat Program JKK Return To Work, Rabu (2/9/2020).
Hingga Juli 2020, BP Jamsostek mencatat terdapat 19,01 juta peserta JKK dari segmen penerima upah (PU) dan terdapat 126.037 jumlah klaim, artinya tingkat kecelakaan segmen itu sebesar 0,66 persen.
Lalu, peserta segmen bukan penerima upah (BPU) sebanyak 1,95 juta mencatatkan 2.554 klaim (0,13 persen). Adapun, segmen jasa konstruksi (JK) dengan peserta 7,59 juta orang mencatatkan 1.376 klaim (0,01 persen).
Menurut Agung, kondisi tersebut menjadi catatan penting bagi BP Jamsostek, DJSN, juga pemerintah untuk dapat memastikan perlindungan bagi para pekerja melalui JKK. Terlebih, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, risiko para pekerja menjadi bertambah saat harus mencari nafkah.
BP Jamsostek mencatatkan total aset JKK sebesar Rp39,25 triliun per Juli 2020. Dari jumlah tersebut, Rp38,17 triliun merupakan dana investasi dengan perolehan imbal hasil investasi senilai Rp320,18 miliar.